WONG EDAN BAGU

WONG EDAN BAGU
SALAM RAHAYU kanti TEGUH SLAMET BERKAH SELALU DARI WONG EDAN BAGU UNTUK SEMUA PARA PENGUNJUNG BLOGGER PESONA JAGAT ALIET . . . _/\_

Senin, 09 Juni 2014

Spiritualitas Seks Manusia Jawa:

Seks dan seksualitas tak bisa dimungkiri dalam pengertian sempit dan luas merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Karena merupakan naluri dasar manusia, tak mengherankan banyak upaya untuk mempelajari, menganalisis, menyusun buku panduan, atau mengungkap seksualitas lewat karya sastra sejak dulu.

BEBERAPA manual kuno yang pernah hadir antara lain Ars Amatoria (The Art of Love) karya penyair Romawi, Publius Ovidius  Naso (43 SM-17 M), atau Kama Sutra karya Vatsyayana dari India, yang ditaksir hidup pada zaman Gupta (sekitar abad ke-1 6 M). Keduanya bukan melihat seks sebagai subjek penelitian medis dan ilmiah, melainkan sebagai sex manual. Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, neurolog dan pakar psikoanalisis asal Austria, Sigmund Freud (1856-1939), mengembangkan teori seksualitas yang didasari studi terhadap para klien.

Di Jawa awal abad ke-19 muncul pula karya sastra yang terkenal hingga kini, yaitu Serat Centhini (nama resminya Suluk  Tembangraras). Serat itu digubah sekitar 1815 oleh tiga pujangga istana Keraton Surakarta, yakni Yasadipura II, Ranggasutrasna, dan RNg Sastradipura (Haji Ahmad Ilhar), atas perintah KGPAA Amengkunegara II atau Paku Buwana V. Serat Centhini yang terdiri atas 722 suluk atau tembang antara lain bicara soal seks dan seksualitas.

Serat itu dijuluki ensiklopedi budaya Jawa karena mengungkap wacana praksis budaya Jawa yang dipadu dengan ajaran Islam. Dalam identifikasi Serat Centhini disebutkan ada 20 kitab klasik yang memengaruhi keberadaan serat itu, yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu kitab fikih dan usul fikih, kitab akidah dan tauhid, kitab tafsir, dan kitab tasawuf. Namun entah kenapa Serat Centhini lebih populer justru sebagai wacana seks dan pornografi dan menjadi tidak bermuara pada spriritualitas.

Lingga-Yoni Dalam perspektif kekinian, seks identik dengan persetubuhan yang dilakukan pria dan wanita. Sayang, pengertian itu berhenti pada pencapaian hedonistik. Pengejaran kenikmatan persetubuhan menjadi tujuan utama, tanpa  mempertimbangkan hal-hal luar biasa besar di luar persetubuhan.

Di Indonesia, seksualitas berada dalam “dunia entah”. Apalagi dengan penetapan UU Pornografi-Pornoaksi, posisi seks dipojokkan oleh hukum negara, yang di sisi lain mengembangkan prostitusi. Maka patut dipertanyakan apakah UU yang longgar dan berstandar ganda atau telah terjadi kerusakan moral secara massal?

Dalam kebudayaan Hindu, seks disimbolkan dengan lingga-yoni. Itulah lambang reproduksi lelaki dan perempuan (phallus dan vagina). Kamus Jawa Kuna-Indonesia mendefinisikan “lingga (skt) tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti keterangan, petunjuk; lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama lingga Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros, sumbu”. Adapun “yoni (skt) rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, dewa, garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha, sudra, siwa, widyadhara, dan ayonia (PJ Zoetmulder, SC Robson, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994, 601, 1494).

Lingga, dalam mitologi Hindu, adalah alat kelamin pria (Latin: phallus, lambang Siwa sebagai dewa semesta, kebalikan dan yoni. “Yoni alat kelamin perempuan sebagai Tara atau timbalan dan linggam merupakan lambang shakti atau prakrti yang dijabarkan dalam bentuk unsur kewanitaan” (Ensiklopedia Indonesia Ikhtisar Baru, Jakarta: Van Hove, 1990, 2.020 dan 3.993).

Maka jika tafsir seks yang disimbolkan dengan “hanya” penyatuan lingga-yoni dengan pengejaran kenikmatan sesaat, bisa dipastikan tumbuh dari lingkungan yang menganggap kotor dan rendah seksualitas dan tak mampu menikmati seks dengan kondisi kejiwaan yang bebas, karena dikejar-kejar rasa bersalah. Kondisi jiwa bebas dan bersih adalah ketika melakukan tanpa rasa bersalah dan menyakiti orang lain. Maka menikah (vivaha) mutlak untuk pencapaian spiritualitas seks dengan pengertian lebih dalam. Lingga adalah simbolisasi atma atau roh, sedangkan yoni adalah simbolisasi shakti, kekuatan dan kesadaran atma.

Maksud wujud lingga yang melakukan penetrasi ke liang yoni adalah kembalinya kesadaran, kembalinya kekuatan atma yang selama ini terselimuti dan tidur nyenyak oleh pengaruh maya, pengaruh prakrti, pengaruh alam materi. Atma yang kehilangan shakti, kehilangan kesadaran, menjadi awidya, alias bodoh! Ia mengelirukan diri sebagai suksma sarira (badan halus). Bahkan ada atma yang mengelirukan diri sebagai sthula sarira (badan kasar). Menyangka diri sekadar produk mekanik, seperti robot. Rusak sthula sarira, tamat sudah diri. Begitu asumsi atma yang dilanda kebodohan.

Bagai Ibu Kewaspadaan, kecemerlangan, kekuatan, kebahagiaan, kedamaian, kesucian dari atma seolah-olah hilang.  Kondisinya sangat-sangat menyedihkan. Kewaspadaan, kecemerlangan, kekuatan, kebahagiaan, kedamaian, kesucian atma tinggal kecil. Bagai setitik kerlip bintang di langit. Redup. Dalam kondisi penuh keterbatasan seperti itu, atma cenderung resah, bimbang, terombang-ambing oleh hukum karmaphala. Terombang-ambing dalam dualitas atau rvabhineda duniawi, yaitu suka-duka, untung-rugi, sakit-sehat, dan lain-lain.

Dalam terminologi Hindu itulah yang disebut pembangkitan kundalini, proses kenaikan shakti dari satu cakra ke cakra di atasnya, dari satu kesadaran ke kesadaran di atasnya, harus melalui jaringan fisiologis fisik manusia yang melingkar lingkar, mirip tubuh ular. Maka shakti atau kesadaran atma disebut juga kundalini, yang dilambangkan sebagai yoni atau vagina. Karena lembut penuh kasih, begitu kundalini bangkit, segala kekotoran yang menyumbat kesadaran terkikis habis, tanpa sisa.

Pergerakannya pelan dan halus. Ialah sumber energi sejati. Ia bagai ibu. Ia bagai wanita cemerlang. Wanita yang merindukan pertemuan dengan kekasih sejati, yaitu atma atau roh kita. Karena itu, atma dilambangkan sebagai lingga atau penis atau lelaki yang dirindui yoni atau kundalini. Dan, bila kundalini berhasil naik melalui cakra per cakra dan d  puncak bertemu atma, pertemuan itu disimbolisasikan dalam wujud liang yoni yang dimasuki lingga. Lingga dan yoni. Bila atma dan shakti-nya bertemu, sensasinya benarbenar nikmat. Mirip sensasi persetubuhan. Namun jauh lebih nikmat dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di sanalah terbuka ranah spiritualitas seks sesungguhnya. ... He he he . . . Edan Tenan.... Salam Rahayu kanti Teguh Slamet Berkah Selalu Lurr.

Ttd: Wong Edan Bagu

Tidak ada komentar: