Tentang
ADIGANG ADIGUNG ADIGUNA:
Di
Kutip dari Serat Wulangreh, karya Sri Sunan Pakubuana IV.
Di
olah oleh: Wong Edan Bagu
Adigang,
Adigung dan Adiguna. Manusia hendaknya tidak mengandalkan dan menyombongkan
kelebihan yang dia miliki. (Adigang: Kekuatan; Adigung: Kekuasaan; Adiguna:
Kepandaian). Kata-kata ini dapat dibaca pada Serat Wulangreh karya Sri Sunan Pakubuwana
IV, pada Pupuh gambuh bait ke 4-10. Pada bait ke 4 di bawah, disebutkan bahwa
Sifat Adigang diwakili oleh "Kijang", Adigung oleh Gajah (esthi) dan
Adiguna oleh ular.
KIJANG
GAJAH DAN ULAR ;
Apa
yang diandalkan oleh kijang, gajah dan ular sehingga ketiganya diangkat sebagai
contoh sifat adigang adigung dan adiguna dapat dilihat pada bait ke 4 dan 5:
Bait
ke 4.
Ana
pocapanipun. Adiguna adigang adigung. Pan adigang kidang. Adigung pan esthi.
Adiguna ula iku. Telu pisan pisan mati sampyoh.
Bait
ke 5.
Si
kidang umbagipun. Angandele kebat lumpatipun. Pan esthi ngadelake geng ainggil. Ula ngandelaken
iku. Mendine kalamun nyakot.
Terjemahannya bait ke 4. Sebagai berikut:
Adalah
sebuah kisah; Adiguna adigang adigung; Kijang adalah adigang dan gajah adalah
adigung; Adiguna adalah ular; Ketiganya mati bersama (sampyuh)
Terjemahannya bait ke 5. Sebagai berikut:
Adalah
watak si kijang yang sombong dengan
kecepatannya melompat. Sedangkan gajah mengandalkan tubuhnya yang tinggi besar.
Kemudian ular dengan bisanya yang
mematikan kalau ia menggigit.
ADIGANG
ADIGUNG DAN ADIGUNA;
Pengertian
sifat "Adigang Adigung Adiguna" dapat dibaca pada bait ke 6- 8
Sebagai berikut:
Bait
ke 6.
Iku
upamanipun. Aja ngandelake sira iku. Suteng nata iya sapa ingkang wani. Iku
ambeke wong digung. Ing wusana dadi asor.
Bait
ke 7.
Adiguna
punika. Ngandeleken kapinteranipun. Samubarang kabisan dipun dheweki. Sapa
pinter kaya ingsung. Tugung prana nora enjoh.
Bait
ke 8.
Ambek
adigang iku. Ngandelaken kapinteranipun. Para tantang candhala anyenyampahi.
Satemah dadi geguyon.
Terjemahannya bait ke 6. Sebagai berikut:
Jangan
mengandalkan bahwa kamu itu anak raja, ya siapa yang akan berani. Itu adalah
sifat adigung yang akhirnya justru merendahkan martabat.
Bait
ke 6 diatas amat menarik, karena Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebagai seorang
raja kersa memberikan contoh "anak raja" untuk mewakili sifat
adigung.
Terjemahannya bait ke 7. Sebagai berikut:
Siapa
pandai seperti saya (sapa pinter kaya ingsun, demikian sesumbarnya); Ternyata
akhirnya tidak mampu (nora injoh)
Bait
ke 7 menjelaskan sifat "adiguna" yang membangga-banggakan
kepandaiannya. Terjemahannya sebagai
berikut: Adiguna itu; Mengandalkan kepandaian; Semua kepandaian hanya miliknya
sendiri (dipun dheweki);
Terjemahannya bait ke 8. Sebagai berikut:
Sifat
adigang itu; mengandalkan kekuatannya (kasuranipun); Semua ditantang dan dicela
(Para tantang candhala anyanayampahi) Ternyata tidak becus; Akhirnya jadi bahan
tertawaan.
Bait
ke 8 menjelaskan sifat adigang yang
pongah dengan kekuatannya. Ternyata kemudian tidak mampu dan gagal, akhirnya
hanya jadi bahan olok-olok semua orang.
AKHIRNYA
NGUNDUH WOHING PANGGAWE;
Bait
ke 9 dan 10 berisi pesan supaya wong urip itu tidak berperilaku yang tiga hal
itu tapi hendaknya rereh ririh ngati-ati dan waspada. Pada akhirnya, kijang,
gajah dan ular mati karena lengah dan akibat ulah sendiri.
Bait
ke 9.
Ing
Wong urp puniku, aja nganggo ambek kang tetelu. Anganggoa rereh ririh
ngati-ati. Den kawangwang barang laku den waskita solahing wong.
Bait
ke 10.
Dene
katelu iku. Si kidang suka ing patinipun. Pan si esthi alena patinireki. Si ula
ing patinipun. Ngandelke upase mandos.
Terjemahannya bait ke 9. Sebagai berikut:
Orang
hidup itu; jangan memakai ketiga watak tersebut; Gunakan sikap sabar (rereh),
kehalusan (ririh) dan hati-hati;
perhatikanlah (den kawangwang) tingkah laku kita; Waspadalah dengan perilaku manusia;
Terjemahannya bait ke 10. Sebagai berikut:
Mengenai
ketiga hal tersebut; Si kijang mati karena terlalu bersenang-senang (suka ing
patinipun); Si gajah karena lengah (alena patinireki); Sedang ajal ular; Karena
mengandalkan bisanya yang manjur (ngandelken upase mandos)
KESIMPULANNYA:
Orang
jangan sombong dengan mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepandaiannya.
Akhirnya hanya akan “ngunduh wohing panggawe”. Hal ini dapat dilihat pada bait
ke 11 yang terjemahannya kurang lebih Seperti ini:
Ketiganya
tidak pantas; Kalau ditiru malah jadi salah; Tanda-tandanya orang muda kurang
bisa menjaga rahasia (wong anom kurang wewadi); Senang kalau banyak orang
memuji-muji (bungah akeh wong anggunggung); akhirnya terjerumus (kajalomprong).
Orang
yang punya watak "adigang adigung dan adiguna ini adalah orang yang nerak
(tidak mengindahkan ajaran "Basa Basuki" seperti yang disebutkan
dalam Serat Wulangreh, pupuh Pangkur bait ke 8 dan 9.
Dua
hal yang harus diperhatikan disini: Pertama, orang harus bisa menjaga rahasia
(dapat di baca dalam buku Anggenthong umos) dan jangan suka dipuji-puji (dapat
dibaca di buku Serat Wulangreh: Jangan menjadi orang gunggungan dalam buku
Serat Wulangreh: KARENA,,, Orang nggunggung tentu ada maunya) Adapun cara
mengatasi orang yang “Adigang Adigung dan Adiguna” ini dapat dilihat di
"Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti”
He
he he . . . Edan Tenan. Salam Rahayu kanti Teguh Slamet Berkah Selalu Lurr.
Ttd:
Wong Edan Bagu
Pengembara
Tanah Pasundan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar