WONG EDAN BAGU

WONG EDAN BAGU
SALAM RAHAYU kanti TEGUH SLAMET BERKAH SELALU DARI WONG EDAN BAGU UNTUK SEMUA PARA PENGUNJUNG BLOGGER PESONA JAGAT ALIET . . . _/\_

Senin, 01 September 2014

NUR DI ATAS NUR (part-5)

(Tingkat Derajat Nur Kehidupan)
Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Selasa tgl 02-09-2014

Kekuatan pancaran masing-masing Nur kehidupan berbeda-beda, hal itu mengikuti tingkat kesulitan dalam cara mendapatkannya. Matahari memancarkan cahaya untuk mata dan ilmu al-Quran juga memancarkan Nur untuk akal. Namun demikian, pancaran Nur al-Quran kepada alam melalui akal, hati dan ruh manusia jauh lebih kuat daripada pancaran sinar matahari kepada alam semesta. Artinya, Nur yang dipancarkan oleh jiwa suci Rasulullah Muhammad SAW jauh lebih kuat daripada cahaya yang dipancarkan matahari.

Terbukti, meski seharian sinar matahari mampu menerangi kehidupan di muka bumi, hingga kolong-kolong di dalam rumah bisa mendapatkan sinar, namun ketika matahari langit itu harus tenggelam di ufuk malam, maka sinarnya menjadi padam sehingga alam yang semula terang kembali menjadi gelap gulita. Padahal Nur Muhammad SAW tidaklah demikian, meski matahari bumi itu harus dipanggil untuk selama-lamanya karena masa tugasnya telah purna, namun sinarnya justru semakin cemerlang dan dalam waktu yang relatif singkat, melalui perjuangan para penerus dan pewarisnya, persada bumi menjadi terang benderang.

Selain itu, manakala sinar matahari langit hanya membawa manfaat kepada alam dunia, maka Nur yang dipancarkan Jiwa Suci Rasulullah Muhammad SAW bahkan mampu menyinari dunia dan akherat. Oleh karena itulah, Allah mensifati matahari dengan istilah Siraaj di dalam QS. al-Furqon Ayat 61:

Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. (QS. al-Furqon; 25/61)

Dan juga menyifati Rasul Muhammad SAW dengan istilah Siraaj di dalam QS. al-Ahzab:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan(45)Dan untuk menjadi penyeru kepada agama-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.(QS. al-Ahzab; 33/45-46)

Nur yang memancar dari jiwa suci para Nabi adalah Nur yang dipancarkan Allah melalui para Elit Malaikat yang dimuliakan. Allah telah menyatakan yang demikian itu dengan firman-firman-Nya:

Dia menurunkan para malaikat (dengan) membawa wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya yaitu: Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasannya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku. (QS. an-Nahl; 16/2)

Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril) (193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan(194)Dengan bahasa Arab yang jelas(195)Dan sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar (tersebut) dalam kitab-kitab yang dahulu(196). (QS. asy-Syuaraa. 26 - 193 -196)

Katakanlah: Ruh Qudus (jibril) menurunkan Al-Quran dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan hati orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. an-Nahl; 16/102)

Artinya, Nur kehidupan yang memancar dari jiwa suci para Nabi tersebut, bukannya Nur yang langsung diterima dari Allah, melainkan melalui malaikat-Nya, yaitu malaikat Jibril AS. Dengan demikian menunjukkan bahwa Nur kehidupan yang dipancarkan oleh Elit Malaikat kepada para Nabi SAW itu tentu pancarannya lebih kuat daripada sinar yang dipancarkan oleh para Nabi SAW kepada umatnya. Yang demikian itu telah diisyarahkan pula oleh Allah:

Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (jibril)(19) Yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Yang Mempunyai Arsy(20)Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya(21) (QS. at-Tawir; 81/19-21)

Walhasil, kita dapat mengambil itibar, bahwa Nur kehidupan yang dipancarkan Allah di alam jasad, yaitu dari matahari kemudian memancarkan ke bulan dan bintang-bintang, lalu sinar itu masuk ke dalam bilik dan rumah-rumah yang kemudian memantul lagi dari kaca yang satu ke kaca yang lain sehingga alam menjadi terang, cara kerja seperti itu ternyata sama dengan cara Allah memancarkan Nur-Nya di alam jiwa manusia. Yaitu: pertama dari Elit Malaikat kemudian dipancarkan kepada para Nabi dan Rasul SAW selanjutnya kepada para Wali dan para Ulama dan seterusnya dan seterusnya, di mana tingkat derajat para Ulama itu telah disebutkan di dalam al-Quran al-Karim dengan urutan sebagai berikut; ash-Shiddiq, asy-Syuhada dan ash-Sholihin. (QS. An-Nisa; 69)

Sistem kerja Nur seperti itu menunjukkan dengan jelas bahwa tidak mungkin manusia mendapatkan Nur hidayah dari Allah langsung kecuali dengan mengikuti cara kerja (sunnah) yang sudah dicontohkan tersebut. Barangsiapa berkehendak mendapatkan Nur kehidupan itu untuk dirinya, baik bagi akal terlebih untuk hati dan ruhnya, Nur kehidupan tersebut tidak mungkin bisa didapatkan langsung dari Allah melainkan harus dicari dari sumber-sumbernya di muka bumi. Merekalah para Nabiyin, Shiddiqin, Syuhada dan Sholihin..

Sebab, mereka itulah khalifah-khalifah bumi zamannya yang sudah mendapatkan hak untuk menyampaikan Nur Allah melalui aktifitas dan pengabdian hidup mereka, baik melalui dakwah, ibadah dan dzikir yang mereka kerjakan terlebih dari pancaran doa-doa dan munajat yang mereka panjatkan. Demikian itulah sunnatullah yang sejak diciptakan tidak akan ada perubahan lagi untuk selamanya.

Dengan asumsi bahwa Nur kehidupan tidak mungkin bisa didapatkan langsung dari Allah melainkan harus dicari dari sumber-sumbernya di muka bumi, maka pelaksanaan thariqah yang dibimbing oleh guru Mursyid yang suci lagi mulia adalah solusi paling mutlak yang harus dilakukan oleh para pengembara (salik) di jalan Allah atau orang yang ingin menghidupkan sumber Nur kehidupan di dalam jiwanya sendiri. Sebab, hanya dengan jalan bertariqah itulah, iman yang sudah ada di dalam hati seorang hamba akan bertambah cemerlang, menjadi yakin dan bahkan marifatullah. Dalam arti dengan mengikuti apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh seorang guru Mursyid yang mempunyai pertalian (rabithah) ruhaniah yang kuat dengan para guru Mursyid sebelumnya secara sambung-menyambung dari guru mursyid ke guru mursyid sebelumnya hingga silsilah (transmisi)nya sampai kepada Maha Guru yang mulia yaitu Nabi Besar Muhammad SAW.

Hanya para guru Mursyid thariqah itulah yang mampu melaksanakan cara kerja yang cerdik itu. Membimbing murid-murid dan anak asuhnya untuk dapat meningkatkan iman mereka. Sehingga terbukti, murid-murid yang semula bisanya hanya berbicara saja, bahkan kadangkala dicampuri dengan kesombongan yang kosong, setelah mendapatkan tempaan dari guru Mursyid tersebut, menjadikan mereka tunduk dan tawadhu. Murid-murid yang baik itu selanjutnya mampu meningkatkan iman dan takwa itu tidak hanya dilahirkan secara ilmiah saja, namun juga diwujudkan dengan amal ibadah, pengabdian dan pelaksanaan akhlak yang mulia. Sebagian murid itu kemudian bahkan ada yang menjadi badal atau perpanjangan tangan guru Mursyidnya. Menjadi khalifah mursyid dan penerus pengabdian yang hakiki. Di manapun berada, bersama masyarakat setempat mereka mengembangkan thariqah itu, sehingga menjadi komunitas persaudaraan yang kuat dan mandiri di mana-mana.

Dengan cara seperti itu akhirnya thariqah berkembang di seluruh belahan bumi. Menembus dimensi waktu dan generasi yang berbeda. Adakah selain thariqah mampu melaksanakan amal yang utama itu? Merajut aspirasi yang berbeda dari berbagai generasi yang berbeda pula untuk ditampung di dalam satu wadah yang sama di dalam kurun waktu dan dimensi zaman yang berbeda? Itulah semangat Ukhuwah Islamiah sejati. Fenomena dan sejarah telah berbicara, maka hati yang selamat hendaknya tidak harus terlalu dipusingkan oleh sepak terjang orang-orang yang mengingkari keberadaannya. (tamat, alhamdulillah wa syukru lillah)
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com

http://wongedanbagu.blogspot.com

Tidak ada komentar: