Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Rabu tgl 03 Sept 2014
Demikian beragam tontonan menguras perhatian kita selama
ini. Betapa banyak diantara kita terbius oleh tontonan televisi, aneka
pernak-pernik, kemilau duniawi yang serbaneka, pertunjukan para pemimpin yang
tengah bertarung merebut kursi panas, dan seterusnya. Makin banyaknya tontonan
yang tergelar sarat sensasi di hadapan kita, kadang membuat kita lupa menonton
diri sendiri. Inilah saatnya kita menonton diri sendiri, memosisikan diri sebagai
obyek yang ditonton. Bagaimana cara menonton? He he he . . . Edan Tenan
Menonton membutuhkan mata dan cahaya. Tanpa mata dan
cahaya kita tak bisa menonton. Meski cahaya benderang menyinari kehidupan kita,
namun tanpa didukung mata, niscaya obyek yang ditonton tak bisa dilihat.
Sebaliknya, andai mata sehat, namun tak ada cahaya yang membersit, kita pun tak
bisa menonton. Karena itu, ketika hendak menonton perlu memadukan kekuatan mata
dan cahaya.
Mata perlambang dari mata hati (akal). Saat Anda hendak
menonton diri sendiri, hidupkan mata hati sehingga bisa melihat secara gamblang
film kehidupan Anda sendiri. Cahaya simbol dari cahaya Ilahi. Cahaya Ilahi
berupa petunjuk Allah SWT. Bersandarlah sepenuhnya pada kebaikan Allah, semoga
cahaya Ilahi itu membersit dalam hati kita. Andai cahaya Ilahi juga belum
menghinggapi diri kita, berusahalah berdampingan dengan sosok mulia yang telah
tersaluri cahaya Ilahi. Rasulullah bersabda, “Orang beriman adalah cermin bagi
orang yang beriman.”
Cermin tempat kita berkaca tentang diri secara sederhana.
Cermin akan memantulkan sosok kita yang sejati. Lewat cermin pula kita bisa
mengukur, menimbang, dan menilai diri kita secara jernih. Sosok yang jernih dan
terliput kebaikan patut dijadikan cermin, karena darinya terpancar magnet
kebaikan yang berdaya pesona.
Sebelum menonton diri sendiri, kita perlu menghidupkan
mata hati dengan cara menggerus biji egoisme yang masih bersarang dalam
kesadaran kita. Karena egoisme sering menghalangi mata hati untuk melihat diri
secara gamblang. Buatlah kita berjarak dengan diri sendiri, kita menonton diri
seperti menonton orang lain. Tataplah lekat-lekat diri kita dengan mata hati,
maka kita akan mengetahui secara jernih, siapa diri kita yang sebenarnya. Boleh
kita memutar kembali film masa lalu yang pernah ditapaki. Dari rentetan film
itu, kita bakal memahami secara dekat karakter dan kebiasaan hidup kita.
Setelah itu kita memeroleh pemahaman “siapa diri kita”.
Ketika kita terbiasa menonton diri dengan cara membuat
jarak terhadap diri sendiri, maka kita tak akan terlalu terikat oleh keadaan
yang datang silih berganti, entah musibah atau nikmat. Seperti kita menonton
televisi, ada saja lintasan kesedihan dan kebahagiaan mewarnai penggalan demi
penggalan adegan tersebut. Ketika kita menonton diri sendiri secara utuh, akan
ditemukan keindahan-keindahan yang tak terlukiskan kata-kata. Juga dengan
menonton diri sendiri, kita bakal menemukan kenyataan menakjubkan yang tak bisa
dikadar dengan akal yang berlimit. Kebiasaan kita menonton diri sendiri juga
akan memandu kita untuk menggerus jalan setapak sempit “berupa keakuan”
bergantikan jalan raya ditandai oleh terbangunnya jiwa universal, cinta
universal. Dan hidup Anda tergabung dengan jiwa kemanusiaan, bahkan jiwa
semesta. Edan Tenan... He he he
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar