(NUR dalam Arti Mendatangkan Terang)
Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Selasa tgl 02-09-2014
Untuk lebih memudahkan pemahaman, marilah kita mencari
makna firman Allah di atas dengan metode tafsiriah sebagaimana yang digunakan
oleh para Ulama salafush shaleh:
1. Firman
Allah:
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Maksudnya, Allah SWT dengan segala Kehendak, Perbuatan, Kebesaran
dan Kekuasaan-Nya adalah Dzat yang memberi Petunjuk dan Hidayah kepada seluruh
makhluk-Nya, baik makhluk yang di langit maupun yang di bumi. Karena hanya
Allah yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, demikian itulah yang tertangkap
dari isyarat Rasulullah SAW saat Beliau berdoa di dalam shalat malamnya.
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ibnu Abbas RA berkata: Adalah Rasulullah SAW ketika
shalat malam dan berdoa : Wahai Allah hanya untuk-Mu segala puji. Engkau adalah
Nur langit dan Bumi dan orang-orang di dalamnya, dan hanya untuk-Mu segala
puji. Engkau adalah yang menegakkan dan bertanggungjawab terhadap langit dan
bumi dan orang-orang di dalamnya Al-hadits (HR. Bukhori-Muslim)
Allah SWT telah menyampaikan Petunjuk dan Hidayah-Nya
baik di langit maupun di bumi. Dengan sinar matahari untuk kehidupan di muka
bumi dan dengan firman-firman-Nya untuk kehidupan di dunia dan di akherat.
Itulah Nur langit dan Nur bumi, di samping sebagai petunjuk bagi manusia juga
merupakan perhiasan bagi alam persada.
Dengan pengertian seperti itu, maka hakekat Nur langit
dan Nur bumi itu menerangi empat tempat:
1) Di
langit dengan sinar matahari, bulan dan bintang-bintang.
2) Di
bumi dengan ilmu dan akhlak para Nabi dan para Wali serta para Ulama-Nya.
3) Di
akal dan pikiran dengan ilmu pengetahuan yang berupa pemahaman, keterangan,
dalil-dalil, bukti-bukti dan argumentasi.
4) Di
hati dan ruh dengan cinta kasih, iman, yakin dan marifatullah.
Allah SWT melalui al-Quran al-Karim telah membuat
perumpamaan agar manusia dapat memahami segala kehendak-Nya. Artinya bahwa
melalui firman-Nya Allah berkehendak bicara kepada manusia dengan bahasa
manusia, bukan bahasa makhluk lainnya. Oleh karena baginda Nabi Muhammad SAW
dilahirkan sebagai orang Arab, maka al-Quran al-Karim diturunkan dengan bahasa
Arab agar manusia mudah memahami kandungan isinya. Meskipun demikian, al-Quran
diturunkan bukan hanya untuk orang arab, melainkan untuk seluruh umat manusia
bahkan sebagai RAHMATAN LIL ALAMIN. Jadi, sebagai orang Jawa kita tidak
seharusnya berkecil hati, tidak perlu merasa mengikuti AGAMA IMPORT dengan
memeluk Agama Islam, karena ajaran al-Quran diturunkan untuk menyempurnakan
segala keyakinan nenek moyang kita.
Lafad Nur di dalam ayat di atas sejatinya hanyalah
istilah, sebagai bahasa bantu. Dengan istilah itu supaya manusia memahami apa
yang dikehendaki Allah dengan firman-Nya itu. Oleh karena itu, apabila orang
memahami firman di atas dengan membayangkan Dzat Allah sebagai cahaya yang
dapat dirasakan indera mata, berarti pemaham tersebut telah terpeleset kepada
kesalahan fatal. Maha Suci Allah dari segala imajinasi manusia. Jadi, yang
dimaksud Allah dengan ayat: ialah bahwa
Allah pemberi petunjuk baik di langit dan di bumi dan Allah pula yang mengatur keduanya.
2. Firman
Allah:
Perumpamaan Nur Allah, seperti Misykat di dalamnya ada
pelita dan pelita di dalam kaca…
Perumpamaan Nur Allah itu seperti misykat (lubang yang
tidak tembus) yang di dalamnya ada pelita dan pelita itu di dalam kaca. Itulah
gambaran dada orang yang beriman. Di dalam dada orang beriman itu berisi ilmu
pengetahuan, argumentasi, penalaran, kasih sayang, iman, yakin dan marifatullah
yang diibaratkan seperti pelita. Ketika pelita itu dibungkus dengan pelaksanaan
amal ibadah, pengabdian dan akhlakul karimah, yang ibaratnya seperti kaca
kristal, maka alam yang ada di sekitarnya menjadi terang benderang.
Itulah Nur di atas Nur, yaitu hakekat Nur yang
terpancarkan dari bumi dan mampu menerangi ufuk langit. Nur yang pertama kali
telah dipancarkan melalui akhlak manusia pilihan, panutan umat sepanjang zaman,
Rasulullah Muhammad SAW yang kemudian akan menerangi kehidupan manusia
sepanjang zaman. Kini Nur itu telah diwariskan pada Ulama pewaris para Nabi,
yaitu khalifah bumi zamannya. Mereka itulah para guru mursyid yang suci lagi mulia
dan nyata-nyata telah mampu membimbing murid-murid dan pengikutnya menuju jalan
keridlaan Allah. Semoga Allah meridlai mereka.
Nur di atas Nur itu bukan sekedar ilmu saja, meski itu
ilmu agama, terlebih ilmu agama yang diperjualbelikan dengan harga dunia,
melainkan ilmu agama yang benar-benar telah terbukti mampu menerangi jalan
hidup manusia. Pemahaman yang mampu menghapus keraguan dan menancapkan
keyakinan di hati umat manusia. Yaitu ilmu agama yang mampu menyelamatkan
manusia dari jurang neraka dan mengantarkan menuju hidayah dan ridla Allah.
Selain para Nabi dan para Rasul SAW tidak ada yang mampu berbuat seperti itu
kecuali mereka itu, yakni para guru mursyid yang suci lagi mulia.
Allah menamakan kitab-Nya juga dengan istilah Nur melalui
firman-Nya:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti
kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan
kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).(QS. An-Nisa; 4/174)
Juga memberikan nama nabi-Nya dengan Nur di dalam firman-Nya:
Wahai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan
(dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke
jalan yang lurus.. (QS. Al-Madah; 5/15)
Oleh karena sifat Kitab dan sifat Nabi sama yaitu
menerangkan dan menunjukkan jalan bagi manusia, maka yang dimaksud dengan
misykat tentunya bukan kitab tapi dada manusia. Maka mishbaah adalah ilmu dan
imannya, zujajaah adalah hatinya dan zaitun atau minyak adalah dalil-dalil,
bukti dan hikmah yang dapat menguatkan ilmu dan iman itu.
Adapun yang dimaksud syajaroh (yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang banyak berkahnya) adalah potensi sumber ilham atau
potensi komunikasi atau potensi wushul antara seorang hamba dengan Allah, yang
sifatnya seperti tumbuhan. Artinya, potensi hubungan antara seorang hamba
kepada Allah itu, semula seperti bibit, ketika bibit itu mampu dikembangkan
dengan baik maka bibit itu akan menjadi tumbuhan yang kuat dan berbuah. Itulah
hakekat marifatullah. Maka yang dimaksud dengan asy-syajaroh adalah dasar
pemahaman manusia akan tuhannya, itu adalah sebagai pembawaan manusia sejak
lahir. Apabila dasar pemahaman itu mampu dikembangkan dengan ilmu dan amal,
maka akan menjadi marifatullah yang mampu menyinari perilaku kehidupan manusia.
3. Firman
Allah:
Tidak di timurnya sesuatu dan tidak di baratnya sesuatu.
MARIFATULLAH (asy-syajaroh), kedudukannya tidak di
dataran bumi maupun di ufuk langit, tidak di timurnya sesuatu dan tidak pula di
baratnya, melainkan di dalam jati diri manusia, yaitu dalam relung rongga
dadanya sendiri, hal itu sebagai pembawaan manusia sejak dilahirkan ibunya.
Oleh karena itu, apapun yang tumbuh di dalam hati, baik ilmu pengetahuan, iman,
yakin dan marifatullah, apabila masing-masing itu kemudian menjadi kuat,
sejatinya potensinya sudah tersedia sejak zaman azali. Ibarat orang menggosok
mutiara, bukannya batu kali digosok menjadi mutiara, namun aslinya memang sudah
mutiara, hingga meski digosok sedikit saja, sinarnya sudah mampu menyilaukan
mata. Seperti juga air hujan yang menghidupkan tanah tandus hingga menjadi
subur kemudian tumbuh tanaman, bukan air hujan itu yang membawa bibit dari
langit, melainkan bibit-bibit itu sejatinya telah tersebar di dataran bumi itu,
sehingga ketika musim hujan datang, meski tanpa ditanami benih, tanah yang
semula kering itu seketika menjadi hijau dan tumbuh subur.
Itulah perumpamaan potensi iman dan marifatullah yang
tumbuh di dalam dada orang-orang beriman, seperti minyak pohon yang seakan-akan
telah menerangi walau tanpa tersentuh api. Artinya, iman itu sudah bersinar
meski belum dimasuki ilmu pengetahuan, dan ketika disentuh ilmu, maka iman itu
menjadi semakin memancarkan sinarnya. Itulah Nur hidayah Allah dalam dada hamba
pilihan, sinarnya mampu menyalakan obor iman, menghidupkan semangat pengabdian
dan jihad di jalan Allah. Bahkan seperti sungai bermata air, meski musim
kemarau panjang, airnya bahkan semakin jernih dan tetap mengalir sepanjang
zaman.
4. Firman
Allah:
Minyak dari pohon yang banyak berkahnya, pohon zaitun,
yang tidak di timurnya sesuatu dan tidak pula di baratnya sesuatu.
Gambaran lain tentang iman itu seperti daun yang berada
di tengah rerimbunan dedaunan. Tidak terkena sinar matahari dari timur dan
barat sehingga menjadi daun yang hijau segar dan berkilau. Seperti itulah
keadaan hati orang yang beriman. Hati itu tidak menjadi layu sebab penderitaan
dan tidak angkuh dan keras sebab penghormatan dan kenikmatan. Hati yang
demikian itu dapat dilihat dari empat tanda-tanda; (1) apabila berkata, benar;
(2) apabila memutuskan adil; (3) apabila mendapat musibah, sabar, dan (4)
apabila mendapatkan kenikmatan, bersyukur. Keberadaan orang yang hatinya
seperti itu di tengah-tengah manusia seperti seorang lelaki yang sedang
berjalan di antara pekuburan orang mati.
Jadi yang dimaksud asy-syajaroh itu tempatnya bukan di
muka bumi bukan pula di langit, tapi di dalam hati orang-orang yang beriman.
Yaitu pohon yang mampu menjadikan seorang hamba mencintai dan dicintai Allah.
Ketika pohon itu disuburkan dengan ilmu, iman, amal shaleh dan akhlakul
karimah, maka dengan izin Allah, buahnya dapat dimakan setiap saat. Itulah buah
marifatullah yang oleh ahlinya dikatakan surga marifat. Allah memberikan
perumpamaan dengan firman-Nya yang lain:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu memberikan buahnya pada setiap
musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat (25). (QS.Ibrahim/24-25)
5. Firman
Allah:
(Nur di atas Nur) hakekatnya adalah perpaduan antara Ilmu
dan Iman. Apabila ilmu dan iman sudah diaktualisasikan dalam bentuk ibadah dan
pengabdian yang hakiki, maka akan memancarkan cahaya yang cemerlang melalui
karakter dan perilaku manusia sehingga amal dan pengabdian mereka mudah
mendapat peneriman di tengah umat, selanjutnya akan mengangkat derajat
pemiliknya pada derajat yang tinggi di sisi Allah.
Hal tersebut bisa terjadi, karena Nur Ilahiyah itu
memancar dari tiga indera manusia, pendengaran, penglihatan dan hatinya. Oleh
karena ketiga indera itu selalu mendapatkan pancaran hidayah Allah, maka apapun
yang diperbuat oleh orang tersebut mampu memancarkan kembali hidayah itu kepada
umat manusia. Kongkritnya, dengan Nur itu menjadikan mereka mampu mendengar,
melihat, dan merasakan hanya dengan dasar kasih sayang yang bersih. Itulah buah
ibadah, yang tidak hanya mampu memberikan kemanfaatan kepada diri sendiri,
namun juga kepada sesama manusia dan menjadi rahmatan lil aalamiin.
6. Firman
Allah:
Seakan-akan minyaknya sudah menerangi walaupun tidak
disentuh api.
Itulah minyak abadi yang menyalakan pelita iman di hati
para hamba pilihan yang tanda-tandanya dapat terbaca dari pemiliknya. Berupa
sinar yang selalu memancar dari air muka dan budi pekerti menyejukkan. Itulah
air muka para kekasih Allah, sehingga hanya dengan memandang sinar wajahnya
saja, kadang-kadang menjadikan sebab orang mendapatkan hidayah dari-Nya. Air
muka yang sejuk itu bahkan mampu membangkitkan rasa rindu kepada Allah,
menghidupkan harapan dengan terbitnya suatu permintaan di dalam hati: Ya Allah,
kalau seandainya aku sudah tidak mungkin menjadi orang seperti dia, oh semoga,
barangkali anakku saja. Bahkan hanya bertemu dan bertatap muka saja, orang yang
hatinya sedang susah dapat terobati dengan sendirinya.
Oleh karena itu, seandainya Baginda Nabi Muhammad SAW
tidak pernah mengaku sebagai Nabi sekalipun, dengan kebaikan budi pekerti yang
disinari dengan keteduhan sinar wajah yang menyejukkan, manusia yang hatinya
selamat pasti mengerti bahwa sesungguhnya beliau itu adalah seorang Nabi. Yang
demikian itu telah dibuktikan sejarah, sehingga Beliau mendapat julukan al-Amin
jauh hari sebelum diangkat menjadi seorang Nabi.
Jadi, tanda-tanda orang yang mendapat Nur Ilahiyah itu
bukan hanya orang yang pandai menulis dan berbicara tentang NUR saja, terlebih
jika isinya tidak mencerminkan akhlak yang mulia, tetapi juga orang yang mampu
menunjukkan perilaku dan ucapan yang dapat memberi kemanfaat kepada orang lain,
bukan sebaliknya. Yang ditulis dan diucapkan itu sekedar ungkapan,
mengungkapkan keadaan hati orang tersebut.
Makanya, jika ada orang hobby-nya suka menghina orang
lain, baik dalam tulisan ataupun ucapan, apalagi jika orang yang selalu dihina
itu tidak pernah berbuat salah kepada orang tersebut, itu jelas menunjukkan,
bahwa hati orang tersebut sesungguhnya sedang sakit kronis. Dia sesunguhnya
orang yang hina, bukan orang yang dihina. Oleh karena hatinya RINGKIH dan
sakit-sakitan, maka tidak kuat ketika melihat orang yang dibenci itu dihormati
oleh orang lain. Berarti fungsi hidup orang tersebut hanya untuk menyebarkan
penyakit masyarakat, kecuali dia itu memang seorang DOKTER yang sedang
mengimunisasi orang banyak, supaya masyarakat tidak terkena wabah penyakit..,
semoga memang demikian. BERSAMBUNG...
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar