(Nur Kehidupan)
Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Selasa tgl 02-09-2014
Manusia dikatakan hidup apabila seluruh indera yang
dimilikibaik yang lahir maupun yang batinhidup. Apabila indera-indera tersebut
mati (tidak berfungsi sebagaimana mestinya), terlebih indera yang batin,
berarti manusia itu hakekatnya mati meski masih bernyawa. Sebab, meski indera
lahirnya hidup, dengan matinya indera batin, sungguh tidak ada lagi yang dapat
diperbuat oleh manusia tersebut kecuali hanya makan dan bersenang-senang.
Selanjutnya kenikmatan itu harus dipertanggungjawabkan dengan siksa neraka Jahanam.
Allah menggambarkan keadaan mereka itu melalui firman-Nya:
Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di
dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah
tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad; 12)
Makan seperti cara makan binatang ternak itu artinya
hidup untuk makan bukan makan untuk hidup. Akibat dari itu, meski badan mereka
sehat tapi hatinya penuh dengan penyakit dan bahkan mati. Di dalam firman-Nya
yang lain, Allah menggambarkan keadaan mereka di neraka:
Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akherat)
menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim(2)
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh
angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan
mereka itu). (QS. Al Hijr; 2-3)
Itulah gambaran kehidupan orang yang tidak beriman kepada
Allah dan rasul-Nya, meski secara lahir kelihatannya hidup bahkan mampu
mengelola dunia dengan baik, namun sejatinya itu adalah kehidupan yang mati.
Dan bukankah mereka adalah mati, kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari
padanya. (QS. al-Anam; 6/122)
Yang dimaksud orang mati dalam ayat di atas bukan orang
yang nyawanya sudah dicabut sehingga jasadnya harus segera dikubur, tapi
hatinya sedang beku dan kaku, sehingga meski jasad itu masih dalam segar bugar,
namun tidak dapat memberikan manfaat yang berarti bagi dirinya sendiri. Hal itu
bisa terjadi, karena matahatinya sedang ditutupi mendung kerak dosa dan kabut
sifat-sifat duniawi yang terlanjur menjadi karakter dasar perilaku hidupnya sehari-hari.
Dikatakan mati karena orientasi hidupnya pendek dan
sempit, hanya dibatasi oleh kematian di dunia namun panjang angannya, penuh
fatamorgana yang menggoda. Artinya, setelah batas kematian itu terlewati, tidak
ada lagi kehidupan menyenangkan baginya, yang tertinggal hanya siksa neraka
yang pedih untuk selama-lamanya.
Nur hidayah Allah, melalui indera-indera lahir manusia
tersebut seharusnya mampu menghidupkan kembali hati yang mati itu, dengan cara
memadukan antara iman dan amal shaleh dalam pelaksanaan pengabdian hakiki.
Adapun indera manusia pada hakekatnya hanya ada dua yaitu; (1) Bashoro atau
indera lahir yang meliputi panca indera dan rasio (akal dan fikir) dan (2)
Bashiroh atau indera batin (perasa) yang meliputi perasaan hati dan ruh atau ruhaniah.
Dari kedua indera tersebut (bashoro dan bashiroh), indera manusia
bercabang-cabang dengan cabang yang tidak terhitung, di mana masing-masing
indera itu membutuhkan Nur kehidupan.
Untuk menyingkat uraian maka kedua indera tersebut
(bashoro dan bashiroh) masing-masing dibagi menjadi dua cabang.
1. Bashoro
atau indera lahir yang terdiri dari dua indera:
a) Indera mata; membutuhkan Nur atau cahaya yaitu sinar
matahari. Oleh karena itu, meski mata dalam keadaan melek dan sempurna, tanpa
adanya sinar matahari, mata itu tidak dapat berfungsi sehingga tidak bermanfaat
bagi manusia.
b) Indera akal; membutuhkan Nur berupa ilmu pengetahuan
yang bersumber dari al-Quran dan hadis. Sebagaimana mata tanpa sinar matahari
yang tidak membawa kemanfaatan, akal juga demikian, tanpa ilmu al-Quran berarti
akal menjadi mati. Untuk itulah fungsi Ilmu Al-Quran adalah sebagai Nur bagi
akal sebagaimana fungsi matahari sebagai Nur bagi indera mata.
2. Bashiroh juga meliputi dua Indera:
a) Hati (??????); membutuhkan Nur yang berupa rahmah atau
kasih sayang dan cinta kasih sebagaimana diisyaratkan Allah di dalam
firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu. (QS. Ali Imran; 3/159)
Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang (QS.
ar-Rum; 30/21)
Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya
rasa santun dan kasih sayang. (QS. al-Hadid; 57/27)
Hati tanpa kasih sayang menjadikan kehidupan seseorang
kaku, sama dengan mata tanpa sinar matahari yang menjadi buta. Orang seperti
itu hidupnya hanya mengutamakan diri sendiri tanpa peduli kepada orang lain.
Bahkan ketika hatinya telah dipenuhi rasa dendam, seringkali manusia mampu
berbuat kejam melebihi binatang buas. Itulah binatang paling tidak disukai
Allah sebagaimana terungkap dalam firman-Nya:
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya
pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti
apa-apapun. (QS. Al-Anfal; 22)
Adapun hati yang lemah lembut karena ada Nur kehidupan di
dalamnya, sekiranya tidak, niscaya hati itu akan menjadi kasar dan keras.
Ketika hati itu kasar dan keras maka orang-orang di sekitarmu akan menjauhimu.
(Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu).
Tanda-tanda hati yang telah mendapatkan Nur kehidupan itu
ialah hati yang gemar memberi maaf kepada manusia dengan memohonkan ampunan
kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali
Imran; 3/134)
b) Ruh (Ruhaniah); Setelah ruh mendapatkan Nur kehidupan
pertama yaitu iman, ruh juga membutuhkan Nur lagi yang disebut dengan Nur Nubuwah
atau Nur Walayah. Nur kehidupan yang kedua itu berfungsi agar iman yang sudah
ada menjadi semakin kuat dan yakin hingga menjelma marifatullah. Tentang Nur
Nubuwah ini telah dinyatakan Allah dengan Firman-Nya:
Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kepada
mereka kitab, hikmah, dan Nubuwah. (QS. al-Anam; 6/89)
Nur Iman ibarat penglihatan, sedangkan Nur Nubuwah atau
Nur Walayah itu ibarat mataharinya. Tanpa Nur yang pertama (iman), berarti sama
saja seperti orang menjadi buta, maka Nur yang kedua (Nur Nubuwah atau Nur
Walayah) itu tidak akan berguna bagi manusia. Oleh sebab itu, ilmu agama saja
tidak cukup bagi manusia, tanpa iman, orang yang memiliki Ilmu Agama itu
seperti orang buta sehingga ilmu agama itu sedikitpun tidak mampu memberikan
petunjuk (hidayah) bagi hatinya sendiri. Seperti itulah gambaran orang yang
hatinya ingkar, sehingga ilmu agamanya cenderung hanya dijadikan alat mencari
kehidupan duniawi. Mengapa demikian itu bisa terjadi, karena sesunguhnya yang
buta bukan akal dan matanya akan tapi hatinya:
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al Hajj; 46)
Namun demikian, orang yang sudah memiliki Nur Iman, tanpa
Nur Nubuwah atau Nur Walayah, Nur Iman itu tidak dapat berkembang sempurna
bahkan malah mati. Adapun satu-satunya jalan untuk menguatkan Nur Iman adalah
amal shaleh, karena iman itu dapat bertambah dan berkurang dan bahkan juga
dapat mati. BERSAMBUNG...
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar