Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Rabu tgl 03 Sept 2014
Dosa sebingkah kata yang begitu menakutkan. Saking
besarnya rasa takut, tanpa disadari kita tak jarang terjebak pada dosa itu
sendiri. Kita membenci dosa, namun kita kerap terjaring dalam perbuatan dosa.
Makin takut pada dosa, dan fokus pada ketakutan itu, membuat orang makin
terjungkal. Seumpama orang yang berada di puncak ketinggian gunung, sembari
melihat jurang yang curam. Jika fokus perhatiannya pada jurang yang curam
tersebut, maka perhatiannya terdorong pada jurang, dan bisa jadi tanpa disadari
akan terjatuh ke kawah tersebut. Semua orang mendamba hidup tanpa dosa, tapi
kendati demikian manusia harusnya mengarahkan fokus pada penggapaian kebajikan.
Sehingga setiap saat, hanya menghimpun kebajikan yang turut menerangi jiwa.
Kini, perlu kiranya kita memahami secara utuh, apa
hakikat dosa. Bagaimana agar dosa tidak sekadar menyetorkan derita, tetapi bisa
menjadi jalan menggapai kebahagiaan hakiki, bahkan bersua kekasih. Mungkinkah
orang bisa menemukan kebahagiaan lewat dosa?
Sepertinya sih dosa hanya produktif mengirimkan derita ke
ranah batin, dan dimaklumi akan selalu menyeret pelakunya ke ruang kegelapan,
kekacauan, dan kerusakan. Sebagaimana dimaklumi, dosa sama dengan kegelapan,
dan di setiap pojok kegelapan kita tidak akan bisa melihat kebenaran. Lain
halnya, ketika manusia dipenuhi pahala, niscaya bakal berkilauan, sehingga akan
selalu bersentuhan dengan kebajikan. Apakah benar dosa membuat orang terseret
dalam kegelapan?, dan pahala membikin
orang mudah menjaring cahaya? Apakah benar orang yang mengumpulkan pundi-pundi
pahala menggapai kebahagiaan?, dan orang yang berdosa selalu tersorong suasana
derita yang tak pernah memudar?... He he he . . . Edan Tenan
Bagi saya pribadi,,, dosa dan pahala adalah sebuah akibat
perbuatan. Sementara kita berusaha menggali sebabnya sebab, dan akibatnya
akibat. Ketika kita berusaha menjejaki medan dualitas, niscaya kita tak pernah
menggapai kedewasaan ruhani. Kedewasaan ruhani bukan diukur seberapa besar
pahala yang direngkuh, tetapi seberapa agung sikapnya di setiap momen peristiwa
dan kejadian yang hadir. Dari sudut kearifan, keagungan seseorang tidak diukur
kaya dan miskin secara materi, tetapi diukur dari keagungan dan kemuliaan dalam
bersikap. Memang, yang membuat orang namanya terus menjulang adalah sikap-sikap
agung yang ditampilkan dikala bertegursapa dengan peristiwa dan kejadian.
Jika ada dosa pasti juga ada pahala, dan benarkah pahala
menjadi hal mutlak orang bahagia?, dan dosa selalu meringkus manusia dalam
penjara derita? Sungguh,,, kebahagiaan itu bergantung sikap kita dari setiap
perbuatan yang mengalir. Kita sadari, sesungguhnya perbuatan buruk itu bukan
kehendak hati nurani kita, tetapi terilhami hawa nafsu. Pada hakikatnya hati
nurani selalu mendorong kita pada kebajikan, dan hawa nafsu cenderung
merongrong dan menyeret manusia pada keburukan. Apa padam nafsu ketika berdosa?,
dan mulai menggelegar kembali hawa nafsu saat menumpuk pahala?. Kadang, ketika
manusia telah berbuat kebajikan meletup perasaan puas, sembari membanggakan
diri. Seolah perbuatan baik yang ditampilkan murni datang dari kekuatan
dirinya. Sikap egoisme yang melambung tinggi lantaran perbuatan bajik yang
dilakukan telah meruntuhkan seluruh kebajikan yang telah dijalani. Merasa bajik
akan melunturkan, bahkan menghapuskan kebajikan itu sendiri. Tapi orang yang
merasa berdosa, akan menghapus dosa itu sendiri. Karena dosa dihapus dengan
rasa bersalah dan menyesal... Coba Renungkan... He he he . . . Edan Tenan
Setelah diatas... Diakui atau tidak diakui, Kini,,,
diantara Anda-Anda sekalian pasti bakal ada
yang akan bertanya, bagaimana dosa membuat orang dekat dengan kekasih. Bukankah
dosa sendiri suatu yang dibenci oleh Kekasih? Dosa suatu yang berlawanan arus
dengan harapan kekasih, tetapi sesungguhnya lebih dari sekadar itu, Allah melihat
apa sikap yang dicetuskan setelah berbuat dosa itu. Andai dosa dilakukan dengan
sikap penuh kebanggaan disertai rasa tak bersalah, niscaya makin menambahkan
dosa kembali. Namun, ketika dosa disertai perasaan menyesal, sehingga bertobat,
sungkem, KUNCI dan merintihkan tangisan istighfar pada Allah akan dosa yang
dilakukan, niscaya dosa menjadi batu lompatan orang menggapai kedekatan dan
dicintai Allah SWT. Sebagaimana cuplikan firman Allah, “Sesungguhnya Allah
mencintai orang yang bertobat dan membersihkan diri.”
He he he . . . Edan Tenan;
Apa kaitannya dosa, tobat, dan cinta?
Bila kita melihat secara gamblang, seolah tak ada kaitan.
Namun, ketika kita berusaha merenungi secara mendalam, maka akan ditemukan
kaitan yang amat dialektis antara ketiganya. Ingatlah, saudaraku cinta
diperoleh karena tobat, tobat muncul lantaran merasa ada dosa. Dosa sendiri
hanyalah tesa, tobat antitesa, dan cinta adalah sintesa. Karena itu, tak ada
alasan bagi orang beriman pupus harapan akan rahmat Allah. Karena sesungguhnya
kalau mau dikuak secara mendalam, sesungguhnya rahmat Allah meliputi segala
sesuatu. Bahkan perbuatan dosa yang dilakukan manusia juga disertai rahmat
Allah di dalamnya. Bagi orang yang menyadari ini, maka dibalik segala sesuatu
tidak pernah berpisah dan terlepas dari rahmat Allah. Bahkan ketika kita tengah
menjalani keburukan, disana meresap rahmat Allah. Karena itu, tak ada alasan
bagi seorang hamba berpikir buruk pada Allah. Pantas saja, pupus harapan itu
hanya disandangkan pada orang kafir, yang terhijab dalam pengenalan pada Allah
SWT. Betapa banyak orang yang nyungsep dalam perbuatan dosa, kemudian bangkit
untuk menghadap pada cahaya pengampunan. Merintih, menangis, dan bertobat,
kemudian dari kegelapan yang pekat dia dipendari cahaya yang membuatnya makin
dekat pada Allah SWT... He he he . . . Edan Tenan. Coba Renungkan itu
Ketika orang disusupi rasa berdosa, maka akan terus
berusaha menghapus dosa, dengan tobat, terbetik rasa sesal yang mendalam,
disertai amal kebaikan-kebaikan lain, sembari terpancar rasa optimis bahwa
Allah akan mengampuni segenap dosa-dosanya, setelah meyakini sifat Allah Yang
Maha Pengampun (Al-Afuwwu), bahkan Yang Maha Penghapus Dosa (Al-Ghaffar).
Melihat diri yang berlumur dosa, maka akan terbersit perasaan rendah diri dan hina,
dan ketika memandangi kasih sayang Allah, maka hidup menjadi optimis atas
anugerah pengampunanNya yang tak terbatas. Merasa gelap penting, tetapi jangan
terpaku oleh kegelapan, karena kita tak menemukan cahaya apapun. Kita boleh
merasa gelap, tapi disertai rasa optimis bahwa cahaya pun bakal hadir. Begitu
juga ketika kita berbuat dosa, janganlah merasa terpaku, dan terjebak untuk
terus memikirkan segenap dosa, tanpa memandang horizon pengampunan Allah Yang
Maha Luas.
Ketika orang terjebak dalam dosa, dan merasa bahwa dia
tak berkuasa sedikit pun untuk mengendalikan dan menguasai diri, hanya karena
kehendak Allah semata perbuatan baik terlahir, niscaya dia akan ditolong Allah
untuk makin dekat dengan kebajikan yang diharapkan, yang berarti dekat dengan
Allah itu sendiri. Dan dia telah digerakkan Allah bisa mendaurulang keburukan
sebagai kebajikan. Keburukan dosa-dosa telah menjadi sarana makin dekat pada
Allah SWT. Karena orang-orang yang bertobat senantiasa dicintai Allah SWT, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW.
” Sesungguhnya orang yang bertobat adalah kekasih Allah,
dan orang yang bertobat adalah seperti orang yang tidak punya dosa.”
Sekarang saatnya kita mencintai Allah dengan jalan
bertobat terus-menerus, dengan merasakan tumpukan dosa, dan disertai rasa
optimis bahwa Allah akan menganugerahi pengampunan sebagai tanda sifat kasih
sayang dan pengampunanNya yang tak terbatas... He he he . . . Edan Tenan.
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar