Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Rabu tgl 03 Sept 2014
Setiap saat perhatian kita tersita oleh urusan-urusan di
luar diri sendiri. Terkait dengan target yang harus dicapai. Menjajahi beragam
hiburan untuk menyegarkan otak. Atau tersita oleh permainan yang berguna
sebatas untuk melepaskan keletihan otak yang hampir hank karena kepenuhan data.
Setiap hari manusia terus dipacu aneka rencana yang menggelorakan semangatnya
untuk bekerja keras, sehingga tak ada kesempatan berhenti sejenak pun untuk
mengistirahatkan pikiran dan menjernihkan hati. Siang hari dihabiskan
seluruhnya untuk menuntaskan seabrek tugas yang harus diselesaikan, dan malam
hari dihamburkan untuk menonton televisi, sekadar untuk menyegarkan pikiran.
Kelihatannya seluruh kegiatan itu untuk memenuhi diri sendiri, akan tetapi,
nyatanya, menghempaskan atau menggerus kesegaran diri sejati. Bukankah semua kecenderungan
itu hanya untuk pemenuhan hawa nafsu, dimana manusia bisa mengasuh kesegaran
bagi jiwanya?
Saban hari manusia didera oleh sasaran dan rencana kerja
yang terinspirasi oleh impian yang melambung tinggi. Ia terikat dengan masa
depan. Dia pun tidak bisa menghayati dan merasakan keindahan yang terhidang
hari ini lantaran perhatiannya hanya tertuju pada masa depan berikut ilusi yang
menyelubungi pikirannya. Bagaikan orang yang telah memesan menu yang paling
lezat di sebuah restoran, setelah menu itu berada di depan meja, dan siap
disantap, tiba-tiba pikiran terbajak oleh rencana yang harus dijalankan
beberapa saat kemudian. Karena pikirannya terjerat oleh urusan berikutnya, maka
saat itu dia tidak bisa menikmati kelezatan makanan yang terhidang di depannya.
Begitulah, makanan yang mahal dan amat lezat, lantaran tidak diikuti oleh
perasaan mahal dan lezat, dia pun gagal untuk mencerap kelezatan makanan
tersebut. .. He he he . . . Edan Tenan.
Saat ini kita berada dalam sebuah ruang publik yang amat
kecil (mini-sphere), seolah-olah ruang aktivitas manusia makin meluas, hanya
saja sering menyempitkan ruang hati. Jaringan manusia makin meningkat, meluas,
akan tetapi esensinya terasa rapuh, garing, dan tak berasa. Saat teknologi
mempermudah manusia untuk menjalin relasi, maka manusia terus disibukkan oleh
komunikasi lewat beragam karakter manusia Seakan dunia tidak pernah berada
dalam kesepian, kesunyian, atau kesenyapan, akan tetapi selalu dipenuhi dengan
suasana riuh rendah dan ramainya komunikasi yang hampir tanpa jeda. Adanya
ponsel telah menggerus perhatian manusia terhadap dirinya sendiri, karena akan
terus ada proses komunikasi yang tak pernah berhenti, kecuali bagi orang yang
disiplin mengelola komunikasi. Tambah lagi, dunia maya pun tak ketinggalan menawarkan
berbagai teknologi yang memudahkan kita berbagi perasaan, berbagi foto, hingga
berbagi selera lewat e-mail, facebook, blog yang membuat manusia haus untuk
makin memperluas jaringan. Sebuah jaringan yang kiranya bisa menyuguhkan
kesenangan dan menyapu rasa kesepian.
Pabila manusia telah berada di pusaran keramaian yang tak
berkesudahan, dampaknya mereka akan mengalami kesulitan untuk menyapa, mencium,
dan memeluk diri sendiri. Ketika kita menghabiskan waktu untuk berbicara dengan
orang lain, niscaya kita tidak memiliki waktu untuk bisa berbicara atau
berdialog dengan diri yang terdalam (silolukai). Padahal, bila semangat dialog
dengan suara terdalam telah terhambat, kekeriangan batin terasa meruap, dan
goncangan pun tak henti-hentinya mendera perasaan jiwa kita. Ada kehampaan yang
menyebar begitu saja ke dalam hati. Karena itu, jarak manusia dengan dirinya
sendiri makin menganga. Kadang ia lebih mengenal orang lain ketimbang dirinya
sendiri. Mengapa begitu? Karena sudut pandangnya hanya dipergunakan untuk
meneropong keadaan di luar dirinya, dan dia tidak bisa meresapi setiap keadaan
yang mewarnai perjalanan hidupnya. Makin hari hatinya makin mengalami kehampaan
dan kekeringan lantaran tidak pernah bisa berdialog dengan kejernihan yang
bermukim dalam hatinya.
Bagaimana agar kita bisa berdialog bahkan bisa memeluk
diri sendiri? Diri kita adalah aset utama yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
Andaikan kita tidak bisa menghargai aset paling agung ini, niscaya kita bakal
tergerak untuk mengagungkan aset selain diri sejati. Andaikan kita menyadari
diri kita sebagai aset yang paling berharga, maka kita harus memiliki waktu
istimewa untuk bisa menyapa diri kita lebih dekat . Lepaskanlah sekat-sekat
yang membuat kita sering berjarak dengan diri sendiri. Rasakan setiap
kenikmatan yang dianugerahkan pada kita, bahkan kita terus menghayati dari aras
jasmani hingga aras batin. Saat kita bisa menghayati dan menikmati proses
penjelajahan dari luar ke dalam itu, niscaya kita bakal merasakan suatu hal
yang agung, dimana didalamnya bermukim seluruh harapan inti yang didamba oleh
manusia, berupa kebahagiaan.
Ada saat prima kita bisa menyapa diri sendiri, misalnya
selepas shalat, kita meluangkan waktu menyelami keadaan diri, menyapa kesegaran
batin lewat upaya tafakkur yang mendalam. Mungkinkah dari setiap lintasan
aktivitas yang dijalani selama ini, ada suatu yang menorehkan luka di hati
orang lain, atau membekaskan rasa gelisah di dalam hati kita sendiri? Sembari
menggemakan zikir, kita terus merasakan kedamaian yang meruap dari kedalaman
hati. Bangunlah rasa hormat pada diri sendiri, perlahan-lahan suara keagungan
pun berdentang dari diri kita. Suara keagungan itu mengekspresikan suara
kebijaksanaan yang ditunggu untuk menenangkan jiwa. Terpenting setiap hari kita
meluangkan waktu untuk berbicara dengan diri sendiri, entah di pagi hari, di
siang hari, terutama di malam hari untuk bisa mengevaluasi diri secara ketat,
agar kita bisa menemukan kelembutan yang bermukim di hati kita. Saat sepertiga
malam yang penun berkah, kita berusaha menyusup ke dalam diri sendiri, mengorek
segala sesuatu yang perlu diperbaiki, hingga di siang hari ada kecerahan yang
terpancar dari wajah kita. Manakala kita bisa mengevaluasi diri sendiri
disertai ketulusan untuk mengenal kedalaman diri sendiri, maka kebahagiaan
hidup perlahan-lahan bakal menghiasi Rasa dan perasaan batin kita... He he he .
. . Edan Tenan
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar