Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta Rabu tgl 03 Sept 2014
Cinta sebuah tema yang tak pernah terkikis oleh perubahan
zaman. Walau kita tengah memasuki sebuah zaman yang serba penuh egoisme, dan
mengedepankan kepentingan diri sendiri, tetapi cinta masih tetap menjadi trend
yang menghiasi balantika kehidupan ini. Ingatlah, cinta pada hakikatnya
bukankah teriakan hawa nafsu, tetapi teriakan yang dihantarkan oleh fitrah
manusia yang suci murni. Hanya saja, kadang karena tema cinta didefinisikan
oleh pikiran dan digoreskan dengan tinta hawa nafsu, jadinya cinta itu hanya
sebagai alat untuk pemenuhan diri semata. Bayangkan, ada sepasang sejoli yang
silau dalam permainan cinta. Atas nama cinta, dia harus melepaskan seluruh
keindahan yang harusnya dipersembahkan di malam pertama setelah pernikahan.
Betapa banyak anak muda atas nama cinta, menikah karena
ditimpa aksiden yang amat dimurkai Allah. Hakikatnya cinta itu suci, menjadi
kotor karena perilaku cinta orang-orang yang tidak mengenali cinta dengan
bijaksana. Hingga betapa banyak orang yang mendistorsi makna cinta dengan
perilaku-perilaku hawa nafsu yang sama sekali tidak menyusupkan kebahagiaan.
Manakala cinta didorong oleh kesadaran rendah hawa nafsu, pada hakikatnya
tindakan itu tidak dihiasi oleh cinta, bahkan tindakan itu bakal menghancurkan
cinta. Bagaimana kita bisa menemukan cinta sebagai kesadaran tertinggi? He he
he . . . Edan Tenan
Hidup ini adalah sadar. Kesadaran primer manusia adalah
sadar pada dirinya sendiri. Mengenali dirinya sendiri. Ketika kita bisa
mengenali diri sendiri dengan baik, maka kita berhasil memantik potensi cinta
yang terpendam dalam hati kita. Kalau kita melulu berusaha mengasah kesadaran
kita dengan tafakkur yang makin mendalam, maka saat itu api cinta akan menyala
dengan sendirinya. Hanya cinta yang dihasilkan dari tafakur yang bisa
melahirkan cinta hakki. Sementara cinta yang didorong oleh hawa nafsu hanya melulu
menyempitkan jiwa. Cinta yang dilahirkan melalui rahim tafakkur ini niscaya
mengalirkan kesakinahan yang kontinu ke dalam hati. Mengapa cinta bisa
diperoleh dengan tafakkur? Kalau kita terus menggali sisi kebaikan dari apa
yang dianugerahkan Allah pada kita, niscaya api cinta ini akan berkobar begitu
dahsyat.
Renungkanlah beberapa piranti organ yang melekat di tubuh
kita, dari tangan, kaki, mata, telinga, mulut, berikut kenikmatan yang melekat
di beberapa piranti tersebut. Ketika kita menghitungnya, sungguh anugerah Allah
itu tidak bisa dihitung. Keberadaan tangan sendiri adalah nikmat, dan
bermanfaatnya tangan ke jalan yang diridhai Allah pun kenikmatan yang lebih
besar. Mata sendiri sebuah kenikmatan, dan melihat keindahan yang diridhai
Allah juga adalah kenikmatan yang lebih besar. Saat tafakkur itu terus
mencahayai hati kita, niscaya kita tidak pernah henti-hatinya mengungkapkan
rasa syukur pada Allah SWT. Dan syukur itu sendiri adalah pengejawantahan dari
rasa cinta.
Manakala cinta telah menghiasi batin kita, maka kita
sudah tak pernah mengukur keadaan dengan tongkat logika lagi. Ketika cinta
telah menguasai hati kita, maka logika sudah tidak ampuh lagi untuk memahami
kehidupan. Logika telah didominasi oleh rasa. Dan rasa sendiri sudah tidak bisa
dilogikakan. Bagaimana mungkin Anda bisa merasionalisasikan keadaan bahagia
Anda. Saya yakin, walau Anda bisa menuliskan dengan kata-kata yang begitu
sempurna, Anda tidak bisa melukiskan dengan utuh tentang kondisi kebahagiaan
yang menghiasi batin Anda. Pun orang lain, tidak bisa memahami kebahagiaan
dengan logikanya, hanya kalau diajak merasakan. Tetapi rasa sendiri bersifat
amat personal, tak bisa dijalani bersama-sama. Baru orang bisa merasakan
kebahagiaan bersama-sama, jika Allah telah menyatukan mereka dalam satu
frekuensi. Walau demikian, dia tidak bisa melukiskan perasaan itu pada temannya
dengan tepat.
Pun rasa cinta tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata,
hingga dengan kecerdasan apapun orang tidak bisa menyuguhkan kelezatan cinta
pada orang lain. Karena rasa cinta itu tidak bisa hanya dibayangkan. Harus
dialami. Cinta telah melampaui pengetahuan dan kesadaran, bahkan berada di
puncak kesadaran itu sendiri. Cinta bukan ide, tetapi pengalaman yang terserap
dalam hati kita. Agar Anda bisa merasakan cinta itu, maka perlu terus Anda
memahami dan menyelami kronik-kronik anugerah Allah yang terhampar luas di
negari dunia ini. Makin mengkristal daya tafakkur kita, niscaya kita bakal
menemukan kedahsyatan cinta bersemedi dalam hati kita. Dan yakinilah, ketika
hati kita telah berbalutkan cinta, maka kita telah mencapai kesadaran
tertinggi. Kesadaran sebagai manusia sempurna. Sempurna karena fitrah Anda
telah merasakan percintaan agung dengan Allah SWT. Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar