Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Jakarta selasa tgl 26 Agust 2014
Tak terasa perjalanan Proses laku saya di Jakarta sudah 7
hari, dan hari ini kembali aktivitas digelar untuk dipersiapkan pada
langkah-langkah selanjutnya. Hari Senin, yang merupakan hari awal di Indonesia,
merupakan hari yang khusus bagi beberapa umat muslim, sedemikian khususnya
banyak umat muslim melaksanakan ritual puasa Senin-Kamis.
Selama ribuan tahun, puasa adalah suatu bentuk ibadah
yang lazim dilakukan oleh manusia.
Kita bisa melihat catatan sejarah yang merekam praktik
puasa sebagai ritual yang dipercaya, bisa memberi kesehatan bahkan keabadian.
Orang Mesir Kuno percaya bahwa kelebihan makan bisa mendatangkan penyakit
sehingga perlu dilakukan pengurangan asupan makanan ke dalam tubuh, yaitu
dengan praktik puasa. Selain itu, Phytagoras, seorang filsuf Yunani Kuno,
percaya bahwa berpuasa bisa memurnikan pikiran manusia karena puasa bisa
menghilangkan racun dari tubuh. Belum lagi, kepercayaan orang-orang Inca di
Peru dan suku-suku asli Amerika lainnya yang melakukan puasa sebagai bentuk
penebusan dosa.
Pada kehidupan modern, puasa sebagai bentuk ibadah dapat
ditemukan pada empat agama besar dunia, yaitu Islam, Kristen, Yahudi, dan
Buddha.
Setiap agama memiliki bentuk puasa yang khas, baik dalam
metode maupun hari pelaksanaannya. Sebagai contoh, setiap bulan Romadhon
sekitar lebih dari satu miliar Muslim melakukan puasa setiap tahun, begitu juga dengan jutaan orang
Yahudi yang berpuasa di hari Yom Kippur. Belum lagi puluhan jutaan orang Hindhu
yang berpuasa di hari Ekadashi. Dari berbagai bentuk puasa ini, dalam pandangan
penulis, puasa Senin Kamis yang disunahkan oleh Rasulullah SAW merupakan bentuk
puasa yang paling baik untuk gaya hidup sehat seorang Muslim.
Berikut akan batavusqu
jelaskan mengapa demikian;
Secara umum, puasa Senin Kamis adalah keadaan di mana
tubuh tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman, dari waktu fajar sampai
waktu terbenamnya matahari. Hal ini berarti tidak ada asupan senyawa glukosa
dalam tubuh kita selama berpuasa. Sebagai bahan bakar utama otak, absennya
senyawa glukosa ini diduga menyebabkan berkurangnya daya atau kinerja otak
dalam berpikir selama berpuasa. Benarkah demikian?
Dunia sains mengartikan akal budi sebagai kognisi yang
meliputi berbagai proses mental untuk mendapatkan pengetahuan. Contohnya adalah
berpikir, mengingat, memutuskan sesuatu, dan memecahkan masalah. Semua contoh
itu adalah fungsi yang membentuk bahasa, imajinasi, persepsi, dan perencanaan.
Fungsi-fungsi tersebut diproses dalam otak yang memiliki jutaan sel saraf.
Nah,,, sel saraf inilah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses mental.
Seperti sel-sel tubuh lainnya, sel saraf memerlukan
energi yang cukup untuk bekerja dengan baik dan benar. Energi ini hanya datang
dari glukosa. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsi mental, otak manusia
memerlukan glukosa yang cukup. Dengan asumsi ini, puasa sebagai kondisi di mana
makanan tidak masuk ke dalam tubuh dalam waktu tertentu, diduga dapat
menurunkan kualitas proses mental yang ada di dalam otak.
Akan tetapi, fakta membuktikan bahwa kurangnya glukosa
pada saat puasa tidak menghambat pemenuhan kebutuhan glukosa di dalam otak.
Bagaimana pun juga, tubuh kita adalah sistem pengatur energi yang canggih.
Tubuh selalu bisa menjaga keseimbangan (homeostatis). Jadi, ketika tubuh
mendeteksi adanya kekurangan glukosa maka glukosa tambahan, akan dibentukdari
sumber lainnya yang ada di dalam tubuh, seperti glikogen dan protein.
Pembentukan glukosa yang baru ini (glukoneogenesis) membuat ketersediaan
glukosa di dalam otak menjadi seimbang. Dengan cara seperti itulah, otak
manusia dapat bekerja normal pada saat puasa harian, seperti puasa Senin-Kamis
dan juga puasa Ramadhan. Di Indonesia, kebanyakan Muslim menyalahkan puasa
sebagai hal yang membuat mereka kurang berkonsentrasi saat bekerja. Padahal,
Sebenarnya yang mengganggu mereka adalah sensasi lapar. Sensasi ini memang
dapat mengganggu konsentrasi karena di proses dalam otak juga. Akan tetapi, kita
dapat mengabaikan sensasi ini jika kita benar-benar berkonsentrasi penuh pada
pekerjaan kita. Faktanya, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa puasa
harian menyebabkan berkurangnya kinerja otak dalam berpikir. Puasa Senin-Kamis
aman untuk diamalkan. Tapi, apa yang menyebabkan puasa Senin-Kamis layak
disebut gaya hidup yang sehat?
Dalam pandangan
saya pribadi,,, apa yang menyebabkan puasa Senin-Kamis istimewa adalah
waktu pelaksanaannya. Berbeda dengan puasa Ramadhan yang wajib ditunaikan
selama satu bulan penuh oleh seorang Muslim, puasa Senin-Kamis merupakan puasa
sunah yang dianjurkan untuk dilakukan setiap hari Senin dan hari Kamis. Perlu
kita perhatikan bahwa terdapat selang dua hari dari Senin menuju Kamis, dan
terdapat selang tiga hari dari Kamis menuju Senin.
Bersama dengan puasa sunah Nabi Daud yang dilakukan
berselang-seling satu hari, puasa Senin Kamis bisa diartikan sebagai bentuk
puasa berselang-seling (alternate days fasting). Puasa berselang-seling
merupakan salah satu bentuk pembatasan kalori (caloric restriction). Pembatasan
kalori adalah usaha membatasi jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh. Seperti
yang kita ketahui, dewasa ini makanan sampah (junkfood) berlimpah.
Banyak sekali kita temukan orang yang jarang berpuasa dan
mengonsumsi makanan secara berlebihan, entah itu sering mengonsumsi mi instan,
makanan manis, makanan cepat saji (fast food), makanan berlemak, dan lain
sebagainya.
Fenomena ini merupakan hal yang buruk bagi kesehatan
orang bersangkutan. Tingginya konsumsi makanan yang tidak sehat, bisa
mengakibatkan tingginya aktivitas sistem tubuh. Kita membuat sistem tubuh kita
lelah dengan makanan-makanan yang kita masukkan secara berlebihan. Tidaklah
heran, jika pola makan yang tidak sehat ini bisa mengakibatkan penyakit,
seperti obesitas dan juga diabetes dan strock. Perlu kita ketahui di sini bahwa
diabetes adalah penyakit yang bisa mengundang penyakit lainnya, seperti
penyakit kardiovaskuler, stroke, dan juga karsinoma.
Nah,,, dengan puasa berselang-seling, sebagai bentuk
pembatasan kalori, kita bisa mencegah penyakit-penyakit ini. Dengan asupan
makanan yang berkurang, kita bisa membuat sistem pencernaan tubuh kita
beristirahat, berhemat dalam menggunakan makanan yang masuk, dan mendapatkan
fungsi metabolisme tubuh yang optimal.
Puasa berselang-seling juga dapat meningkatkan
sensitivitas hormon insulin sehingga menguntungkan bagi pengaturan glukosa
dalam tubuh. Oleh karena itu, jelaslah bahwa puasa berselang-seling ini
merupakan gaya hidup yang sehat di tengah budaya konsumerisme yang sudah
menjamur di tengah umat Muslim.
Peran puasa Senin-Kamis sebagai gaya hidup yang sehat,
menambah khazanah keselarasan rasionalisme dengan Islam. Tidak hanya mempunyai
ayat-ayat Alquran yang mengandung banyak esensi ilmu pengetahuan, tetapi Islam
juga mengajarkan Assunah yang selaras dengan perkembangan sains saat ini. Tidak
hanya mengantarkan Anda untuk dekat pada-Nya, ibadah puasa Senin-Kamis yang
kontinyu juga menjaga Anda dengan gaya hidup yang sehat... He he he . . . Edan
Tenan... Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar